Kelompok Tani Reboisasi Sambut Gembira Balasan Surat Menteri LHK RI

Rokan Hulu:membacabangsa.co.id - Kelompok Tani Di Kab. Rokan Hulu, Provinsi Riau Menyambut Baik Tanggapan Surat Dari Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan RI Yang Akan Melakukan Tindakan Tegas Berupa Penegakkan Hukum Terhadap Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit Tanpa Izin Yang Dilakukan Oleh PT Torganda Di Areal Hutan Lindung Sei Mahato Karena Terindikasi Tindak Pidana
Setelah sekian lama Kelompok Tani menanti penyelesaian masalah hukum, dimana PT. Torganda telah melakukan Pengerusakan lahan Kelompok Tani Reboisasi Mandiri Hutan Lindung Sungai Mahato yang telah ditanami berupa kayu-kayuan kehutanan (karet, jengkol, petai, mahoni, durian, gaharu dll) yang dibiayai oleh negara melalui APBN dan swadaya masyarakat yaitu seluas 4.600 Ha dari luas keseluruhan 28.800 Ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 23/Kpts-II/1983, tertanggal 25 Juli 1983, dimana sudah 10 tahun lamanya Areal Reboisasi Kelompok Tani telah dihancurkan dan dikuasai serta dialihfungsikan menjadi lautan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Torganda dan Koperasi Sawit Karya Bakti dan perusahaan yang di duga kebal hukum tersebut, Kuasa hukum Kelompok Tani Reboisasi dari Kantor Hukum FREDDY SIMANJUNTAK, SH., MH & Rekan telah menyurati seluruh instansi Pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah dan pihak penegak hukum lainnya dan bahkan hingga sampai di Istana Kepresidenan dan akhirnya perjuangan tersebut sudah mulai tampak titik terangnya.
Kelompok Tani menyambut baik Tanggapan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui Plt. Kepala Biro Hukum (Drs. MAMAN KUSNANDAR, MM) yang telah peduli dan menanggapi Surat Laporan Kelompok Tani melalui Kuasa Hukum dari Kantor Hukum FREDDY SIMANJUNTAK, SH., MH & Rekan dengan Surat Nomor: s.837/Rokum/ADH//Kum.8/10/2019, tertanggal 28 Oktober 2019 yang pada intinya pada point 3 berisikan “akan dilakukan Penegakan Hukum Terhadap Kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit Tanpa Izin Yang Telah Berlangsung Karena Terindikasi Sebagai Tindak Pidana Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemerantasan Perusakan Hutan”.
Pengacara Martinus Zebua, SH dari Kantor Hukum FREDDY SIMANJUNTAK, SH., MH & Rekan menuturkan kepada Awak Media : awalnya pada tahun 2008 pemerintah malalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau telah memberikan Surat Rekomendasi Nomor: 522.5/KTPH/0694/VII/2008, tertanggal 29 Juni 2008 kepada PAIMIN dan surat Tugas untuk menghutankan / mereboisasi kembali hutan lindung sungai mahato yang telah hancur porak-poranda yang dikeluarkan oleh Forum Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam Kabupaten Rokan Hulu yang merupakan Perpanjangan tangan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau melalui Surat Nomor: 017/KPSA/RH/09, tertanggal 17 Oktober 2009, pada tahap pertama seluas 1.000 Ha tahun 2009 Areal Garapan Kelompok Tani dihancurkan/dirusak oleh pihak PT. Torganda bersama dengan Koperasi Karya Bakti dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu, dimana Warga Kelompok Tani adalah merupakan warga binaan pemerintah yang di bentuk atau didirikan oleh pemerintah Kab. Rokan Hulu, Prov. Riau
Puncaknya pada tahap kedua, tanggal 25 Januari tahun 2011, Sekitar pukul 03.00 WIB dini hari kembali terjadi penyerangan yang dilakukan oleh PT. Torganda bersama dengan Koperasi Karya Bakti dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu di lokasi reboisasi seluas 3.600 Ha. Seluruh tanaman reboisasi habis dirusak/dihancurkan dan diganti/diubah status hutan lindung tersebut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh Perusahaan PT. Torganda. Sehingga keseluruhan Areal Garapan Kelompok Tani Reboisasi Mandiri Hutan Lindung Sei Mahato dari tahap pertama dan tahap kedua seluas 4.600 Ha. Dan hal ini juga telah dilaporkan kepada pihak penegak hukum dan seluruh instansi pemerintah yang terkait, baik itu ditingkat pusat mapun daerah, namun hingga sampai saat ini belum ada penyelesaian yang konkriet.
Pengacara Martinus Zebua, SH juga menyambut baik tanggapan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Pengacara muda ini merespon “kita berterimakasih kepada Ibu Menteri beserta seluruh Jajaran kementerian lingkungan hidup dan kehutanan RI yang telah menanggapi Laporan kelompok Tani dari Kantor Hukum kita sebagaimana isi dari Surat Nomor: s.837/Rokum/ADH//Kum.8/10/2019, tertanggal 28 Oktober 2019 tersebut pada intinya pada point 3 berisikan “akan dilakukan penegakan hukum terhadap kegiatan Perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang telah berlangsung karena terindikasi sebagai tindak pidana berdasarkan pasal 17 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemerantasan Perusakan Hutan”. Berdasarkan tanggapan ini, tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak segera dilakukan penindakan tegas terhadap Perusahaan yang bandel di Negeri ini, Prinsipnya tidak ada satu Perusahaan besar apapun di negeri ini yang kebal hukum. Sebab didalam Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemerantasan Perusakan Hutan yang menegaskan bahwa Korporasi yang: a. melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b; atau b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dan/atau mengangkut hasil kebun di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Berdasarkan pada ketentuan undang-undang tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan, kita berharap agar penegakan hukumnya disegerakan, sebab kenyataannya PT. Torganda dan Kedua Koperasi Binaannya terus membandel dan terkesan tidak tersentuh hukum, dimana sebelumnya melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Seksi Wilayah II Balai Penanganan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: s.001/BPPHLHK-SWII/I//7/2016, tertanggal 15 Juli 2016, Perihal : Penyampaian hasil pertemuan bersama Kelompok Tani Reboisasi Mandiri bahwa mengingat aktivitas dilapangan KUD. Karya Bakti telah dihentikan sejak Bulan Mei 2016 serta melakukan operasi penegakan hukum dan perlu saya tambahkan bahwa pada tanggal 05 Agustus 2019, Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Perihal: Tanggapan pengaduan kelompok tani reboisasi melalui Kantor Hukum FREDDY SIMANJUNTAK, SH., MH & Rekan dengan Nomor: 490/PPLHK/4104, menyatakan bahwa Hutan Lindung Sei Mahato yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan RI melalui Surat Keputusan Nomor: 23/Kpts-II/1983 tentang Penetapan Areal Hutan Lindung Sei Mahato Seluas 28.800 Ha yang Terletak di Kabupaten Dati II Kampar Provinsi Riau Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan Lindung, Areal Tersebut Masih Merupakan Kawasan Hutan Lindung dan Surat Keterangan tanah (SKT) yang terbit didalam areal kawasan hutan lindung bukanlah merupakan izin usaha pada kawasan hutan lindung sei mahato serta bukan merupakan bukti yang sah atas kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan, pengelolaan dan penggunaan kawasan hutan lindung.
ketentuan Pidana sebagaimana diatur didalam UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang termaktub dalam Bab XIV dalam Pasal 78. Khusus tanaman sawit dalam kawasan hutan tanpa izin dari Menteri LHK maka dikenakan Pasal 50 huruf (a) berbunyi setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan kawasan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, dipidana penjara paling lama 10 tahun, denda paling banyak Rp 5 Milyar. Namun hingga sampai saat ini PT. Torganda bersama dengan Koperasi karya bakti dan Koperasi Sawit Mahato Bersatu masih tetap beraktifitas didalam Hutan lindung terkhusus dalam areal garapan Kelompok Tani Reboisasi Mandiri Hutan Lindung Sei Mahato yang merupakan Program Pemerintah tersebut. Tutupnya…
Kemudian salah seorang tokoh yang dituakan oleh warga kelompok tani yang bernama SAKIR menyampaikan kepada Group Media gementararaya.com melalui telpon seluler : kami mermohon kepada Bapak Presiden Republik Indonesia (Ir. H. Joko Widodo) untuk dapat menuntaskan permasalahan yang selama ini dihadapi oleh Warga Kelompok Tani dan sudah hampir 10 tahun lamanya perjuangan kelompok tani untuk mendapatkan haknya belum pernah terwujud, kami yakin dan percaya Bapak Presiden akan menindak tegas setiap perusahaan yang membandel dan mohon dihentikan operasional PT. Torganda didalam Kawasan areal Hutan Lindung Sei Mahato serta kembalikan hak-hak kelompok tani. Tutupnya. (Rom/rls)
Komentar Via Facebook :